Saturday, 21-12-2013
KOMITE Nasional Pemuda Pancasila Anti Korupsi (KOMPPAK) Provinsi Papua mendesak Kejati dan Polda Papua untuk segera menindaklanjuti kasus dugaan korupsi miliaran rupiah di Lanny Laya. KOMPPAK menilai, penanganan tindak pidana korupsi di Papua lamban.
“Kejati selalu beralasan personilnya kurang. Polda Papua terlalu banyak alasan. Kami bingung kenapa Polda Papua memperlambat penyelidikan kasus tindak pidana korupsi. Padahal ratusan orang personil di Polda Papua. Kami minta Polda Papua segera instruksi direskrimsus Polda untuk usut kasus tindak pidana korupsi Lanny Jaya T.A 2013 sebesar Rp 16.764.400.000,“ kata Ditius Yoman, Ketua Umum KOMPPAK Papua dalam Jumpa Pers di Waena, Kota Jayapura, Jumat (20/12) sore.
Ia menyebutkan tiga oknum pejabat penting di kabupaten itu yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi. Bahwa dana miliaran rupiah didapat dari Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Januari-Feberuari 2013.
“Itu atas permintaan bupati Lanny Jaya Befa Jigibalom. Polda Papua segera panggil tiga oknum ini. Bupati, ia yang perintahkan bendahara Petrus Wakerwa sebagai Kadis Keuangan. Dan ia berikan surat kuasa kepada Selianus Wakur. Mereka dua ini saksi ahlinya,” ujarnya.
Bupati Lanny Jaya Befa Jigibalom, belum dimintai konfirmasi. Namun, Kamis, 25 April 2013 ia membantah tudingan pihak Ditius. Menurut bupati Lanny Jaya, jumlah dana SP2D Kabupaten Lanny Jaya yang dicairkan pada 18 Januari 2013 bukan Rp 16 miliar, tapi Rp 21 miliar.
“Saya ingin klarifikasi jumlah dana SP2D Kabupaten Lanny Jaya yang dicairkan 18 Januari 2013 bukan Rp 16 Miliar, tapi Rp 21 Miliar lebih. Pencairan dana itu tak ada SP2D fiktif. Dokumen negara itu dicuri oknum tertentu lalu bawa keluar. Kalau SP2D fiktif maka siapa yang melakukan SP2D fiktif itu,” ujarnya di Hotel Aston Jayapura, Kamis (25/4) malam, seperti dikutip laman http://maki wptppapua.blogspot.com/.
Menurut bupati, 18 Januari 2013, terjadi pencairan SP2D. Dana SP2D yang dicarikan itu untuk operasional 143 kampung, dan tiap kampong Rp 25 juta, dana fasilitator keamanan daerah, Sekretariat DPRD Lanny Jaya seperti perjalanan dinas DPRD, gaji dan honor-honor DPRD, kunjungan kerja DPRD, peningkatan kapasitas DPRD senilai Rp 5 Miliar, alokasi dana desa hampir Rp 5 Miliar, kegiatan rumah tangga/operasional bupati dan wakil bupati triwulan pertama.
“Jadi kenapa dipersoalkan dan itu resmi. Apakah dana DPRD dan Kepala Kampung dipergunakan bupati,” ujarnya.
Menurutnya, pihaknya merasa heran dokumen negara SP2D bisa keluar sembarangan, apakah orang dalam itu karyawan Bank Papua, karena SP2D Lanny Jaya sudah divalidasi Bank Papua. “Apakah orang di Bagian Keuangan Pemda Lanny Jaya. Saya sudah perintahkan Kepala Dinas untuk memeriksa keberadaan dokumen ini,” tuturnya.
“Lalu tanggal 18 Januari keluar dana. Salah ka,” tanyanya. Ia menuturkan, pihaknya akan persoalkan masalah kepada Polda Papua pada Jumat (26/4). Pertama, dokumen SP2D siapa yang keluarkan, karena hal ini melanggar pidana. Apakah hal ini termasuk pelanggaran etika dan prosedur karena itu dokumen negara. Kedua, pencemaran nama baik harusnya ada suatu hukum yang mengatur ketika dia lapor dan laporannya tak benar, maka yang lapor itu diapakan. “Tapi saya mau pihak yang lapor ditangkap,” katanya.
Humas Polda Papua AKBP Sulistiyo Pudjo Hartono, SIK ketika dikonfirmasi media ini tadi malam per pesan singkat belum mengecek kebenaran laporan KOMPPAK.
“Belum di check terima kasih,” kata Humas Polda melalui pesan singkatnya, Sabtu (21/12) dinihari.
Sedangkan kepala Kejati Papua, E.S.M. Hutagalung belum dimintai konfirmasinya.
“Kami dari KOMPPAK dan beberapa elemen sering suarakan ke Kejati. Kasus ini kalau perlambat lagi, kami menduga ada ‘permainan’. Polda Papua jangan jadi makelar hokum,” kata Ditius Yoman. (tm/r5)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar